Wanita Yang Boleh Membuka Mahkotanya



Menurut Al Qur’an, aturan memakai jilbab bagi wanita muda tidak sama dengan aturan yang diterapkan bagi wanita tua. Wanita tua, karena dapat keringan khusus dari Allah—dapat kendor-kendor (alias tidak menutup rapat) saat berjilbab, bahkan diperbolekan baginya untuk membuka jilbab dan kerudungnya di hadapan siapapun namun wanita muda yang masih mengundang perhatian orang lain harus menutup rapat auratnya dan ia harus memakai jilbab dan kerudung sebaik mungkin—sebagaimana yang ditekankan dalam aturan fikih.

M. Alcaff




Menutup
aurat adalah hal yang tidak lazim dalam budaya masyarakat Jahiliyah. Kemudian
Islam datang dan mewajibkan kaum hawa untuk menutup auratnya. Dewasa ini
sebagian masyarakat Barat menganggap menutup aurat dan memakai jilbab sebagai
symbol anti kemajuan dan peradaban. Mereka justru menganggap "pameran
aurat" sebagai bukti kebebasan dan emansipasi wanita. Seolah bagi mereka,
belum lengkap menjadi wanita kalau belum "mempertontonkan dan membuka
auratnya" di depan umum. Bahkan Russel, salah satu pemikir Barat
menyarankan orang tua untuk membuka auratnya di depan-anaknya supaya mereka
tidak lagi penasaran. Silakan simak pernyataannya berikut ini: Salah satu
keyakinan moral yang tak logis atau yang dikenal dengan sebutan akhlak yang
tabu adalah masalah menutup aurat. Mengapa orang tua bersikeras untuk menutup
auratnya di hadapan anak-anaknya? Aturan yang mereka ciptakan ini justru
mengundang rasa tahu anak-anak. Bila para orang tua tidak berusaha untuk
menyembunyikan organ reproduksinya maka rasa tahu yang bohong ini tidak akan
muncul pada anak-anak. Karena itu, orang tua harus menunjukkan auratnya di
depan anak-anak, sehingga mereka dapat mengenalinya dari sejak semula.[1]














Tulisan
kali ini tidak hendak membicarakan aurat dan batas-batasnya, dan apakah Al
Qur'an menyebutkan hal itu atau tidak. Artikel ini juga tidak ingin membuktikan
bahwa hijab (pakaian penutup aurat) atau jilbab itu wajib bagi wanita. Insya
Allah pada tulisan berikutnya kami akan melakukan studi kritis terhadap ayat
hijab dan kemudian membuktikan apakah hijab itu wajib atau sunah atau bahkan
mubah (boleh-boleh saja). Namun pada kesempatan kali ini kami hanya ingin
menyampaikan tafsir singkat dari surah an Nur ayat ke-60 yang intinya
membolehkan kepada wanita yang tua alias berusia lanjut untuk membuka
mahkotanya alias rambutnya, meskipun Al Qur'an mengingatkan bahwa bila ia tetap
mempertahankan jilbab dan kerudungnya maka itu lebih baik dan lebih dekat kepada
ketakwaan.


قال الله تعالي:
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ
عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ
وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
.


Allah Swt berfirman: "Dan perempuan-perempuan tua
yang telah terhenti yang tidak berhasrat lagi menikah, tidaklah ada dosa atas
mereka menanggalkan pakaian mereka dengan tidak menampakkan perhiasan dan
memelihara diri sungguh-sungguh dengan menjaga kesucian adalah lebih baik bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Nur: 60)[2]



Tinjauan Bahasa:


Kata (القواعد) adalah bentuk jamak dari kata (عدقا) qa'id yang menunjuk kepada perempuan yang
telah tua. Kata tersebut pada mulanya digunakan dalam arti duduk. Wanita yang
telah tua dinamai Qa'id karena terduduk di rumah, tak mampu lagi berjalan, atau
terduduk karena tidak dapat lagi melahirkan akibat ketuaan.[3]


Yang dimaksud dengan kata (الثياب) ats-tsiyab di sini adalah sebagian dari
pakaian mereka, antara lain kerudung yang menutup kepala mereka, atau pakaian
atas yang longgar yang menutupi pakaian yang dipakai untuk menutup aurat. Izin
ini bukan saja disebabkan karena wanita-wanita tua telah mengalami kesulitan
dalam memakai aneka pakaian, tetapi lebih-lebih karena memandangnya tidak lagi
menimbulkan rangsangan birahi.[4]



Pendapat Para Pakar Tafsir


Berkaitan dengan ayat ini, Allamah Thabathaba'i
berkomentar sebagai berikut: Ayat ini merupakan pengecualian dari hukum umum
yang terdapat pada masalah hijab (perihal menggunakan pakaian yang menutup
aurat wanita di hadapan non-muhrim). Maknanya adalah wanita-wanita yang telah
berusia lanjut tidak menjadi masalah bagi mereka untuk tidak memakai hijab saat
mereka tidak menampakkan perhiasaan mereka.[5]


Pakar kontemporer tafsir Indonesia Ustad Quraish Shihab
saat menjelaskan kata mutabarrijat, beliau mengatakan: Kata (مُتَبَرِّجَاتٍ)
terambil dari kata tabarruj yaitu keterbukaan. Larangan ber-tabarruj di sisi
berarti larangan menampakkan "perhiasan" dalam pengertiannya yang
umum yang biasanya tidak dinampakkan oleh wanita baik-baik, atau memakai
sesuatu yang tidak wajar dipakai. Seperti ber-make up secara berlebihan, atau
berjalan dengan berlenggak lenggok dan sebagainya. Menampakkan sesuatu yang
biasanya tidak dinampakkan, kecuali kepada suami, dapat mengundang decak kagum
pria lain yang pada gilirannya dapat menimbulkan rangsangan atau mengakibatkan
gangguan dari yang usil.


Kemudian Ustad Quraish menegaskan bahwa: Larangan ayat
ini tertuju kepada wanita-wanita tua, sehingga tentu saja yang muda lebih
terlarang lagi.[6]


Ada kaidah yang mengatakan, tidak ada hukum umum kecuali
ada yang dikhususkan atau dikecualikan. Memakai jilbab dan kerudung itu berlaku
untuk umumnya wanita, namun wanita yang tua mendapat dispensasi dari Allah Swt
dimana ia dibolehkan untuk tidak memakai hijab (pakaian penutup aurat). Setiap
ada pengecualian pasti ada yang tidak dikecualikan. Bila dalam ayat ini wanita
tua termasuk yang dikecualikan untuk dibolehkan tidak memakai jilbab maka wanita
muda bukan termasuk yang dikecualikan. Artinya, wanita yang masih muda dan yang
masih berhasrat untuk menikah serta berpotensi untuk memiliki anak (masih
mengalami masa menstruasi) harus memakai jilbab dan tidak dizinkan untuk
mempertontonkan mahkotanya alias rambutnya. Sehingga karena itu, wanita muda
yang membuka auratnya dan mempertontonkan rambutnya alias tidak memakai jilbab
dan kerudung tidak boleh bersandar dengan ayat di atas untuk membenarkan
tindakannya. Karena ayat tersebut hanya berlaku untuk wanita tua dengan
kreteria yang telah kami jelaskan.


Kalimat فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ
جُنَاحٌ
 berarti bahwa wanita
tua tidak menjadi masalah dan tidak berdosa saat melepas jilbab dan kerudungnya
di depan umum/non muhrim. Maka maghum mukholafah (pemahaman sebaliknya) adalah
wanita muda yang mengesampingkan jilbabnya dan tidak mengenakannya di hadapan
non-muhrim “sangat bermasalah”. Di samping itu, dari kalimat tersebut kita bisa
juga bisa menyimpulkan bahwa hukum menanggalkan hijab bagi wanita tua tidak
mungkin sama dengan hukum menanggalkannya bagi wanita muda. Bila sama-sama
boleh, misalnya, maka di sini tidak perlu ditegaskan bahwa “tidaklah ada dosa
atas mereka menanggalkan pakaian mereka”. Karena hukum keduanya berbeda dan
terdapat pengecualian pada wanita tua perihal memakai jilbab maka disini perlu
ada penegasan supaya tidak disalahpahami. Sebab mungkin saja ada sebagian orang
yang beranggapan bahwa wanita harus tetap memakai jilbab dan kerudungnya
sepanjang hayat dan sepanjang waktu dan tempat, tanpa ada pengecualian. Bila
tidak maka ia akan berdosa. Mungkin untuk menghilangkan anggapan ini, Al Qur’an
menegaskan bahwa sebagaimana wanita yang belum balig tidak wajib memakai
jilbab, maka wanita yang menginjak usia tua pun dengan kriteria yang telah
dijelaskan di atas (tidak berhasrat menikah kembali dll) tidak menjadi masalah
(tidak berdosa) baginya untuk tidak memakai hijab atau jilbab.


Ibn 'Asyur menjelaskan hikmah di balik dibolehkannya
wanita muda untuk menanggalkan hijab seperti ini: Alasan pembolehan ini adalah
karena umumnya kaum pria enggan atau jarang tertarik kepada kaum wanita yang
tua/lanjut usia.[7]


Ustad Nasir Makarim Syirazi dalam kitab tafsirnya
menyebutkan bahwa pengecualian ini memiliki dua syarat:


1-Mereka telah berusia lanjut dimana tidak ada lagi
keinginan atau harapan untuk menikah lagi. Dengan kata lain, mereka tidak lagi
memiliki daya tarik seksual.


2-Mereka tidak boleh berhias/bersolek saat mereka
menanggalkan hijab.[8]


Tentu saja ayat ini tidak bermaksud membolehkan wanita
yag tua untuk melucuti seluruh pakaiannya, namun yang boleh mereka lepas adalah
yang dalam hadis disebut dengan jilbab dan khimar.[9]


Berkaitan dengan ayat ini, ketika Imam Ja`far ash Shadiq
ditanya tentang apakah boleh wanita tua menanggalkan jilbab dan khimar[10] di hadapan
siapapun? Imam mengiyakan dan menambahkan: Namun dengan catatan ia (wanita yang
berusia lanjut) tidak berdandan/bersolek.[11]



Dalam riwayat lain yang dinisbatkan kepada para imam
ahlul bait disebutkan bahwa di akhir ayat tersebut ditambahkan: Bila para
wanita itu menjaga kesuciannya dan menutup tubuhnya dengan pakaian yang
ditekankan oleh Islam maka hal ini lebih baik bagi mereka. Sebab menurut Islam,
semakin wanita menjaga aspek 'iffah (kesucian diri) dan hijab-nya, maka hal ini
semakin bagus dan lebih mendekati ketakwaan dan kesucian.[12]


Mungkin saja sebagian perempuan yang berusia lanjut salah
memanfaatkan kebebasan yang sah ini, sehingga terkadang mereka berbicara dan
melakukan obrolan yang tidak pantas dengan laki-laki asing, atau kedua-duanya memiliki
pikiran yang tidak sehat. Karena itu, di akhir ayat terdapat peringatan dari
Allah Swt.: Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." Allah
mendengar apa yang kalian katakan dan Ia mengetahui apa yang tersimpan dalam
benak dan pikiran kalian.[13]


Wanita yang telah berusia lanjut boleh menampakkan
kepalanya, rambutnya, lehernya, dan wajahnya. Bahkan di sebagian hadis dan
pernyataan fukaha, pergelangan tangan juga termasuk dari yang dikecualikan.
Namun perlu digarisbawahi bahwa lebih dari semua ini, kami tidak menemukan
dalil pengecualian yang membolehkannya.[14]


Perlu dicatat bahwa hukum dalam ayat ini tidak bersifat
wajib/harus. Bahkan bila wanita yang telah berusia lanjut tetap tampil seperti
wanita muda pada umumnya yang memakai jilbab dan kerudungnya maka hal ini
justru lebih baik dan lebih utama, sebagaimana secara tegas dinyatakan dalam
ayat di atas. Sebab, wanita tua pun mungkin saja—meskipun jarang—tergelencir
dalam kesalahan.[15]


Firman-Nya: "Dan memelihara diri sungguh-sungguh
dengan menjaga kesucian adalah lebih baik bagi mereka," adalah kiasan
bahwa memakai hijab (seperti kerudung, jilbab dan sejenisnya—pen.) adalah lebih
baik bagi mereka daripada menanggalkannya.[16]


Jadi, wanita tua itu di satu sisi ia dibolehkan untuk
membuka kerudung dan jilbabnya di hadapan siapapun namun di sisi lain ia
dianjurkan untuk tetap mempertahankan hijab-nya seperti yang biasa dikenakannya
di masa mudanya. Maka, wanita tua yang berjilbab adalah Muslimah yang ideal
sepanjang masa.


Dan firman-Nya: "Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui," yakni Allah Maha Mendengar terhadap tuntutan fitrah mereka
(kaum hawa) dan Ia mengetahui hukum-hukum apa saja yang sesuai dengan kebutuhan
mereka.[17]



Kesimpulan:


Menurut Al Qur’an, aturan memakai jilbab bagi wanita muda
tidak sama dengan aturan yang diterapkan bagi wanita tua. Wanita tua, karena
dapat keringan khusus dari Allah—dapat kendor-kendor (alias tidak menutup
rapat) saat berjilbab, bahkan diperbolekan baginya untuk membuka jilbab dan
kerudungnya di hadapan siapapun namun wanita muda yang masih mengundang
perhatian orang lain harus menutup rapat auratnya dan ia harus memakai jilbab
dan kerudung sebaik mungkin—sebagaimana yang ditekankan dalam aturan fikih.

0 komentar:

Posting Komentar